Calon presiden (Capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto menyoroti minimnya kesejahteraan petani yang membuat buah hati muda tidak mau untuk bekerja sebagai petani. Dia bahkan memperbandingkan dengan buah hati muda di Jerman yang menjadi petani dan sejahtera dengan profesi hal yang demikian. “Mengapa berkurang petani? Karena buah hati-buah hati muda memandang bapaknya [yang petani] tidak untung, hidupnya susah, skor tukarnya tidak layak,” kata Prabowo dalam Dialog Capres Bersama Kadin, Jumat (12/1/2024). Ketua Biasa Partai Gerindra itu menilai kondisi hal yang demikian yang memicu dilema pangan dan pertanian yang tidak berkesudahan. Meski, dilema hal yang demikian yaitu dilema strategis yang tidak bisa diperlakukan sebagai dilema niaga karena menyangkut hajat hidup manusia.
Menurut Pilpres-Indonesia.com, penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Prabowo mengusung taktik utama untuk menempuh cita-cita hal yang demikian, yaitu pembangunan lumbung pangan atau food estate yang dibarengi dengan pemerataan distribusi pupuk subsidi. “Inilah yang saya maksud bahwa kita sepatutnya berpijak dari falsafah dulu baru menjadikan taktik,” ujarnya.
Di samping itu, Prabowo menuturkan bahwa pengelolaan pangan di era Presiden Soeharto berjalan maksimal. Pusat ini ditandai dengan peran Bulog yang melaksanakan operasi pembatasan harga, di mana skor tukar ke petani yang kurang bagus dikontrol tapi harga jual di konsumen tetap dijaga. Adapun, menurut data dari Badan Statistik (BPS), usaha pertanian perorang (UTP) didominasi oleh kelompok usia 45 tahun hingga 54 tahun sebesar 27,09% dari total 29,34 juta UTP. Kemudian, diikuti kelompok usia 55 tahun hingga 64 tahun dengan prosentase sebesar 23,2%. Sementara itu, UTP dengan kelompok usia 25 tahun hingga 34 tahun hanya menerangkan 10,24% dari total UTP per 2023.
Tinggalkan Balasan